Cuaca panas yang ekstrem sedang
menerjang wilayah indonesia saat ini. Jika dibandingkan dengan kemarau sebelumnya, pada tahun 2023 ini berlangsung
cukup lama dan lebih kering. Kekeringan ini mulai terlihat dampaknya pada daerah
resapan air atau biasa kita kenal dengan Danau.
Salah satunya yaitu Danau Cinere, Depok, Jawa Barat. Danau yang terletak di
dalam kawasan perumahan TNI AL seluas 1 hektar ini seharusnya berfungsi sebagai
penampungan air hujan atau resapan air, rumah bagi para ratusan ikan air tawar,
serta kawasan wisata kuliner dan hiburan. Namun sayang, kini telah kering
kerontang.
Pengelola Danau Cinere, Erik mengatakan hal ini terjadi secara alami karena
faktor alam dan tidak setuju jika disandingkan dengan kata bencana. “4 atau 5
tahun yang lalu juga pernah terjadi seperti ini (Danau mengering) cuma memang
ini yang terlama,” ujar Erik ketika diwawancarai pada Sabtu (14/10/23). Siklus musim
panas yang terjadi setiap 3 sampai 5 tahun seperti ini disebut dengan El Nino.
Lebih lanjut Erik menjelaskan debit air danau ini mulai surut secara
bertahap dari bulan Agustus 2023 hingga mencapai puncak kekeringan pada bulan Oktober.
Jika dilihat secara langsung, kondisi danau ini cukup memprihatinkan.
Lahan seluas 1 hektar yang seharusnya dipenuhi dengan air dan ikan kini
telah berubah menjadi hamparan tanah kering yang merekah pecah-pecah bak
lapangan bola tak terawat. Pada beberapa area tepi danau ditumbuhi rumput liar,
serta tersisa kubangan lumpur berwarna coklat keabuan di bagian tengah danau.
Hal ini menyebabkan ribuan ikan yang hidup di danau ini mati sia-sia dan
menjadi bangkai “Saya izinkan untuk mengambil ikannya (ikan hidup), itupun
tidak bisa semuanya. Sudah banyak yang mati (ikan) karena air panas kena
matahari, banyak ikan yang gakuat dengan kondisi air yang panas. Bisa dikatakan
50-60% ikan mati,“ jelas Erik.
Pihak pengelola mengaku sempat kewalahan membenahi kondisi danau yang
kering terutama tumpukan bangkai ikan yang mengganggu pengunjung baik dari segi
estetika ataupun indra penciuman.
“Kalau untuk dari PEMDA nya atau dari instansi
pemerintah itu sudah ada yang meliput, sudah ada yang foto-foto. Tapi reaksi
selanjutnya tidak ada atau belum ada, saya gak mau suuzan ya. Mungkin besok,
lusa saya gak tau, tapi saya kan tidak bisa berpangku dengan uluran tangan mereka,
sementara saya butuh emergency,“ keluh Erik.
Kondisi ini menyebabkan danau mengeluarkan efek bau tidak sedap akibat
ratusan ikan air tawar yang mati dan membusuk. Aroma tersebut akan semakin menusuk
hidung ketika lumpur tersengat paparan sinar matahari yang terik.
Bau amis tersebut hingga membuat pengunjung yang baru tiba di area parkir danau
seketika muntah saat menghirup udara disana. Pihak pengelola Cinere Garden mecoba
untuk mengatasi bau busuk itu dengan berbagai upaya yang dapat dilakukan
bersama timnya.
“Dengan segala keterbatasan alat dan kemampuan saya, saya coba menggerakkan tim saya dan hasilnya alhamdulillah sekarang sudah tidak bau,“ jelas Erik. Yang menarik adalah mereka menggali tanah dan membuat kuburan masal untuk mengubur ratusan bahkan ribuan bangkai ikan. “proses sampe 5 hari buat nguruk ikan sama ngilangin baunya,” ujar Yoga, petugas kebersihan Danau Cinere.
Sebelumnya mereka juga
sempat membakar sisa ikan yang mati dengan menggunakan bensin namun bau busuk
itu tak kunjung mereda. Adapun faktor lain yang membuat aroma tidak sedap itu awet
adalah genangan air dan lumpur yang masih tersisa di sebagian ruas danau. Pihak
pengelola bersama timnya kembali mengerahkan tenaga untuk mencampur genangan
air yang tersisa dengan kaporit.
Tidak berhenti disitu, upaya
pihak pengelola masih berlanjut dengan menaburkan bubuk kopi di sekitar sumber
bau. Setelah sebagian ruas danau ditumbuhi dengan rumput, barulah bau yang
sebelumnya sangat menyengat itu berkurang 10% hingga saat ini.
Penduduk yang tinggal di
sekitar danau tersebut juga sempat merasa terganggu dengan aroma yang sangat
menyengat itu, alhasil warga dan security setempat juga ikut turun tangan membantu
proses pembersihan bangkai ikan.
“Iya ikut dengan
teman-teman, gimana caranya kita uruk semuanya, tebarin kopi, kaporit supaya
gak bau. Warga juga pada turun, ikut ngangkutin bangkai-bangkai ikan,
dibuangin. Security disana juga ikut turun tangan,“ ujar Martino selaku security
Danau Cinere.
Selain membuat warga sekitar terganggu, kejadian ini juga berdampak pada menurunnya jumlah pengunjung Cinere Garden yang terletak di tepi Danau Cinere. Presentase penurunan tersebut bahkan mencapai angka 50% lebih. Salah satu tenant penjual makanan mie aceh merasakan perubahan yang signifikan “Sepi. Dulu waktu awal buka disini sehari bisa dapat 4-7 juta, sekarang turun drastis. Bisa dapet sejuta aja udah mending,” ujar Dani, karyawan tenant mie Aceh.
Sebanyak 20 tenant
makanan mengeluhkan anjloknya omset hingga mencapai 70%. Menurut penuturan winda
sebagai staff kasir di Cinere Garden, beberapa pengunjung menyebut danau ini
sudah tidak estetik seperti dulu. Selain itu bahkan sempat ada pengunjung yang
kabur setelah memesan makanan karena tidak tahan dengan bau busuk yang
menyengat.
Sebagai pengelola Cinere
garden, Erik mengaku dirinya merasa kecewa dengan Pemda “Saya agak kecewa, kalau
memang setu ini dibawah pengelolaan Pemda artinya seharusnya ada perhatian dari
mereka dalam kondisi seperti ini,” ungkap Erik.
Ia menyebut pemerintah seakan
tutup mata namun disisi lain Erik beranggapan fenomena seperti ini tidak hanya terjadi
pada Danau Cinere saja, sehingga ia tidak bisa memaksakan pemerintah untuk
mendahulukan perhatiannya pada Danau ini.
Menurut Erik kejadian
seperti ini seharusnya bisa dijadikan pelajaran untuk kedepannya, agar
pengelola danau bisa lebih siap untuk menghadapi kemungkinan yang akan terjadi
jika kemarau panjang seperti ini terulang lagi.
“Kita kurang siap, kurang antisipasi. Pada saat kemarau itu belum dateng harusnya kita prepare. Kita persiapkan, kalau itu terjadi bagaimana ya. Itu yang kita lupain. Ini pelajaran buat kita,” ungkap Erik. Rencana Erik selanjutnya yaitu membuat sosialisasi tentang penanggulangan kekeringan, serta harapan untuk membuat sumur artesis guna mengisi debit air danau ketika terjadi penyusutan air yang ekstrem.
”Kalau untuk seperti ini gak bisa pakai jet pump. Gak bisa pakai yang biasa, harus pakai artesis. Artesis itu biaya luar biasa, sekarang kan tinggal mengupayakan supaya itu bisa terjadi. Jadi itu rencana Bapak kedepan,“ ungkap Erik
“Kita harus punya satu titik mata air sebagai backup. Jadi misalnya terjadi
musim kemarau Di masa yang akan datang, tidak bingung lagi,” tambahnya.