Ada dua pasar terapung di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pasar tersebut
adalah Pasar Terapung Muara Kuin dan Pasar Terapung Siring Pierre Tendean di
Martapura. Namun yang paling terkenal adalah pasar terapung Muara Kuin dan
merupakan pasar terapung tertua di Indonesia.
Banjarmasin sendiri memang memiliki kondisi alam dengan banyaknya aliran
sungai. Tercatat mencapai 60 aliran sungai besar dan kecil yang melintas di
kota ini. Mulai dari sungai Martapura, sungai Barito dan sungai Kuin serta
puluhan sungai lainnya yang membelah wilayah Banjarmasin sehingga menjadikan
kawasan ini sebagai delta atau kepulauan.
Dengan kondisi alam yang seperti itu, tak heran jika pasar terapung tersebut
memiliki sejarah yang panjang. Keberadaan pasar terapung Muara Kuin ini tidak
terlepas dari sejarah berdirinya kerajaan Banjar. Menurut informasi, pasar
tersebut bahkan jauh lebih tua dari kerajaan Banjar itu sendiri. Pasalnya
Kerajaan Banjar berdiri sekitar tahun 1595, sedangkan pasar ini sudah ada sejak
abad ke-14. Setelah berdirinya kerajaan Banjar, pasar terapung Muara Kuin mulai
dihidupkan kembali.
Pada awal masa berdirinya, kota Banjarmasin memang bermula di kampung Kuin,
sebuah bandar orang-orang Melayu yang didirikan Patih Masih pada permulaan abad
15. Kampung Kuin, Sungai Kuin dan daerah-daerah disekitarnya menjadi tempat
aktivitas masyarakat dan Kerajaan Banjar yang ramai di bidang ekonomi dan
perdagangan.
Pedagang yang ada di Pasar Terapung Kuin tak hanya orang-orang Kuin ini
sendiri, ada juga para pedagang yang berasal dari daerah Tamban, Anjir, Alalak,
dan Berangas. Kawasan pasar terapung ini merupakan bagian dari pelabuhan sungai
bernama Bandarmasih. Pelabuhan sungai ini meliputi kawasan aliran Sungai Barito
yang membentang dari dari aliran Sungai Kuin hingga Muara Sungai Kelayan,
Banjarmasin Selatan.
Berdasarkan data historis, pasar terapung ini tumbuh secara alami karena
berada di pertemuan beberapa anak sungai sehingga menjadikan kawasan ini
sebagai pusat perdagangan yang strategis. Pada saat itu, pasar ini memang merupakan
tempat utama bagi warga setempat untuk berdagang dan berinteraksi menggunakan
perahu.
Perahu yang mengangkut barang para pedagang ini disebut jukung. Pedagang di
pasar terapung biasanya menjual hasil kebun sendiri atau barang tetangganya
yang disebut dukuh. . Kemudian tangan kedua yang membeli dari para dukuh untuk
dijual kembali disebut panyambangan. Hingga saat ini, transaksi barter antar
pedagang perahu yang disebut Bapanduk dalam bahasa Banjar masih sering terjadi
di pasar ini.
Seiring berjalannya waktu, Pasar Terapung Muara Kuin tidak lagi hanya
sebagai tempat berdagang. Selain fungsi utamanya sebagai pasar jual beli, kini pasar
ini telah berkembang menjadi tujuan wisata yang menarik. Pemerintah Banjarmasin
biasanya menyelenggarakan Festival Pasar Terapung setiap tahun untuk
melestarikan budaya lokal dan menarik perhatian wisatawan domestik dan
mancanegara.
Sayangnya, pasar terapung ini semakin terancam punah. Karena dipengaruhi oleh banyak faktor, keberadaan pasar terapung saat ini seperti peribahasa hidup segan mati tak mau. Sementara itu, sebagian besar pedagang yang tersisa di Pasar Terapung berasal dari Alalak dan Berangas. Kini mereka lebih memilih berjualan di pasar-pasar terdekat. Seperti Pasar Kenjot Alalak Tengah, Pasar Tungging Berangas dan lainnya.
Artikel ini pernah tayang di laman Depok pos
https://www.depokpos.com/2023/07/sejarah-pasar-terapung-tertua-di-indonesia/