Desa Warugunung, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto
kini memiliki satu pusat penggerak ekonomi masyarakat. Dengan gotong
royong warga sekitar dan bantuan dari berbagai pihak, mereka mampu menyulap kawasan kebun bambu seluas
1,8 hektar menjadi sebuah pasar tradisional.
Area yang dulunya merupakan lokasi pembuangan sampah rumah tangga, disulap
menjadi pasar tradisional dengan
suansana zaman dahulu.
Masyarakat menyebutnya Pasar Keramat, diambil dari nama Dusun
Wonokerto yang memiliki julukan terkenal, yakni Keramajetak. Pasar Keramat
kini merupakan salah satu wisata budaya dan kuliner tradisional yang berada di
kawasan Pacet, Mojokerto. Pasar ini sebenarnya sudah mulai dirintis dari tahun 2019
silam namun baru diresmikan pada tanggal 19 Februari 2023. Setelah
diresmikan oleh Bupati Mojokerto, pasar tersebut kini menjadi ikon ekonomi dan
ekologi desa Warugunung.
Pasar Keramat
ini memiliki konsep pasar tradisional di lahan bambu dengan nuansa mistik adat
jawa yang kental. Konsep jadul yang diterapkan terinspirasi dari Pasar Papringan di
Temanggung, Jawa Tengah. Suasana di pasar ini masih sangat sejuk, tidak
seperti pasar tradisional lainnya yang kini telah beralaskan aspal. Pasar
keramat sengaja dibuat di atas hamparan tanah merah. Meski bergitu pasar ini
terlihat sangat bersih dan asri.
Di pasar ini, para
pedagang menjual berbagai jenis makanan tradisional, menawarkan jasa pijat,
hingga potong rambut. Bagi sebagian kalangan anak muda zaman sekarang mungkin
sangat asing dengan jenis jajanan tempo dulu. Seperti lupis, cenil, gatot,
tiwul, dawet, hingga horok-horok. Nah karena itulah, alih-alih menjual makanan
kekinian, para pedagang disini memilih untuk menjual jajanan tradisional. Tak
hanya jajanan kue jadul, mereka juga menjual minuman jamu seperti jamu kunyit
asam.
Uniknya, semua pedagang di
pasar ini memanfaatkan bambu sebagai tempat dagangannya. Mereka juga memakai
peralatan memasak zaman dulu, seperti kendi, kompor yang terbuat dari tanah
liat (anglo), hingga alas makan yang terbuat dari daun pisang.
Ketika ada yang membeli,
mereka tidak menyajikan dagangannya dengan piring pada umumnya. Semua jajanan
disini disajikan dengan menggunakan alas dari daun pisang, daun mangkokan atau
alas piring yang terbuat dari anyaman bambu. Kemudian untuk minuman, mereka
menyajikannya dalam gelas yang terbuat dari kayu atau gelas alumunium zaman
dulu.
Tidak hanya itu, saat anda
ingin membeli makanan atau minuman di pasar keramat ini, anda tidak boleh
memakai uang kertas atau koin pada umumnya. Karena sistem pembayaran disini
menggunakan koin yang terbuat dari bambu. Koin yang terbuat dari bambu ini
mulanya terinspirasi dari mata uang di era Majapahit atau yang dikenal
sebagai gobok.
Untuk mendapatkan koin
ini, anda harus menukarkannya terlebih dahulu di tempat penukaran uang dekat
pintu masuk. Satu koin bambu atau gobok ini memiliki nilai dua ribu
rupiah. Artinya jika anda ingin membeli makanan seharga sepuluh ribu
rupiah maka anda harus menyerahkan 5 gobok kepada pedagang.
Keunikan lainnya terletak
pada penampilan para pedagangnya, ketika sedang berdagang mereka diwajibkan
memakai pakaian zaman dahulu. Pedagang perempuan memakai kebaya dan baju lurik sedangkan
untuk pedagang laki-laki menggunakan baju lurik yang ditambah dengan aksesoris
belangkon. Hal ini semakin menambah kesan klasik pasar yang mengusung konsep
tradisional khas Jawa tempo dulu ini.
Selain menjual jajanan
tradisional, di pasar ini juga menyuguhkan pagelaran musik gamelan serta
tari-tarian tradisional jawa. Tak hanya orang dewasa, anak-anak kecil juga ikut
memeriahkan pagelaran budaya yang diadakan di pasar keramat ini. Pemerintah
berharap pertunjukan ini dapat dijadikan sebagai sarana edukasi sekaligus
wisata.
Sayangnya pasar ini hanya
buka setiap dua minggu sekali, yakni minggu wage dan kliwon. Menurut pihak
pengelola, antusias pengunjung terus membludak sejak pertama kali pasar ini dibuka.
Bahkan mereka kewalahan melayani penukaran uang dari pengunjung yang mencapai
ribuan orang.
Dengan adanya pasar
keramat ini, diharapkan dapat membuat masyarakat luas semakin tertarik dengan
makanan dan minuman tradisional khas zaman dulu. Tak hanya itu,
semoga dengan disuguhkannya pagelaran budaya bisa membuat orang-orang semakin
tertarik dengan budaya tradisional Jawa.